Tidak ada satu angka pasti mengenai jumlah de facto state, tetapi secara umum terdapat sekitar 20–25 kelompok bersenjata etnis besar yang dapat disebut semi-otonom dan berfungsi sebagai “de facto state” di Myanmar, di luar kendali penuh pemerintah pusat. Jika dihitung hingga faksi menengah dan pecahan, jumlahnya bisa lebih dari 30.
Penjelasannya perlu dibagi agar jelas.
Di Myanmar, istilah kunci bukan sekadar “kelompok bersenjata”, tetapi Ethnic Armed Organizations (EAO). Sebagian EAO tidak hanya berperang, melainkan mengelola wilayah, memungut pajak, menjalankan hukum adat, sekolah, bahkan hubungan luar negeri informal. Inilah yang membuat mereka layak disebut de facto negara.
Kelompok inti yang benar-benar menguasai wilayah luas dan stabil—sering disebut tier utama—jumlahnya sekitar 10–12. Di antaranya adalah United Wa State Army (UWSA) yang praktis merupakan negara mini dengan tentara puluhan ribu, mata uang sendiri, dan kontrol penuh di Wa State. Lalu Kachin Independence Army (KIA), Karen National Union (KNU), Shan State Army-North dan South, Arakan Army (AA), Ta’ang National Liberation Army (TNLA), Myanmar National Democratic Alliance Army (MNDAA/Kokang), New Mon State Party (NMSP), dan Karenni Army (KNPP).
Kelompok-kelompok ini tidak dikuasai pemerintah Myanmar, bahkan sebelum kudeta 2021. Sebagian memang pernah menandatangani gencatan senjata, tetapi tetap mempertahankan kedaulatan de facto di wilayahnya.
Di bawahnya ada kelompok semi-otonom menengah, sekitar 8–10 organisasi, yang wilayahnya lebih kecil atau terfragmentasi, tetapi tetap memiliki struktur sipil-militer sendiri. Contohnya berbagai faksi Shan kecil, Pa-O National Liberation Army, Lahu Democratic Union, dan beberapa kelompok Chin bersenjata lama.
Setelah kudeta 2021, muncul faktor baru: People’s Defense Forces (PDF) yang berafiliasi dengan NUG. PDF jumlahnya ratusan unit, tetapi kebanyakan tidak menguasai wilayah stabil seperti EAO lama. Namun di beberapa daerah—terutama Sagaing, Magway, dan Chin—PDF mulai berfungsi sebagai otoritas lokal bersenjata, meski belum dapat disebut negara de facto penuh.
Jika PDF yang sudah membentuk administrasi lokal dimasukkan, maka total aktor bersenjata di luar kendali negara bisa melampaui 40–50 kelompok. Namun ini akan mencampuradukkan antara milisi insurgensi dan entitas semi-negara, yang secara analitis berbeda.
Karena itu, dalam kajian politik dan keamanan, angka yang paling sering dipakai adalah: – ±10–12 de facto states kuat – ±20–25 kelompok semi-otonom signifikan – >30 aktor bersenjata total di luar kendali Naypyidaw
Myanmar hari ini sering dibandingkan dengan Suriah versi Asia Tenggara, tetapi dengan satu perbedaan penting: banyak EAO Myanmar sudah berusia puluhan tahun, memiliki legitimasi etnis, dan tidak bergantung penuh pada sponsor asing. Ini membuat fragmentasi Myanmar lebih struktural dan tahan lama.
Singkatnya, Myanmar bukan sekadar negara yang “kehilangan kontrol”, melainkan negara multi-otoritas—di mana pemerintah pusat hanyalah salah satu aktor, bukan pemegang monopoli kekuasaan.


0 Comments